Melestarikan Alam Indonesia Bagian II

MEGADIVERSITAS INDONESIA

Aprizon Putra, S.Pd, M.Si

Dalam hal kekayaan keanekaragaman hayati, Indonesia tidak kalah dengan Brazil, Negara yang juga memiliki kekayaan hayati. Hal lain yang juga menarik, di Indonesia terdapat wilayah pertemuan dua kawasan tersebut, yaitu Wallace yang didalamnya terkandung endemisitas dengan tingkat keanekaragaman yang sangat tinggi. Kawasan biogeografi Indonesia dan sebarannya yang meliputi 17.000 pulau, termasuk pulau besar kedua dan ketiga di dunia (Kalimantan dan Papua). Bisa dikatakan telah berhasil menandingi Brazil dalam hal kekayaan jenis. Namun sayangnya, keterbatasan pengetahuan tentangnya menjadi pemicu munculnya keraguan tentang hal itu. Namun demikian, klaim bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara yang tingkat keanekaragaman hayatinya tinggi di dunia, terutama keanekaragaman hayati laut, tidak perlu diragukan lagi. Jika dilihat dari data statistik yang berkaitan dengan jumlah keanekaragaman jenis, Indonesia selalu menempati urutan papan atas, yakni: 1) Urutan kedua setelah Brazil untuk keanekaragaman mamalia, dengan 515 jenis, yang 39% di antaranya merupakan endemik; 2) Urutan keempat untuk keanekaragaman reptile (511 jenis, 150 endemik); 3) Urutan kelima untuk keanekaragaman burung (1.531 jenis, 397 endemik); bahkan khususnya untuk keanekaragaman burung paruh bengkok, Indonesia menempati urutan pertama (75 jenis, 38 endemik); 4) Urutan keenam untuk keanekaragaman amfibi (270 jenis, 100 endemik); 5) Urutan keempat dunia untuk keanekaragaman primate, dengan 35 jenis; 6) Lima besar untuk keanekaragaman dunia tumbuhan (38.000 jenis); 7) Urutan pertama untuk tumbuhan palmae (477 jenis, 225 endemik), dan memiliki setengah dari 350 spesies Dipterocarpacease yang bernilai tinggi, (1555 jenis endemik Kalimantan); dan 8) Urutan ketiga untuk keanekaragaman ikan tawar (1.400 jenis) setelah Brazil dan Colombia.

Dengan luas daratan, sekitar 1.916.600 km, Indonesia menempati urutan ke-13antara Libya dan Mexico. Meskipun luas daratan Indonesia hanya 1,3 % dari total luas daratan dunia, di dalamnya terkandung 12% jenis mamalia, 7,3% jenis reptile dan amfibi, dan 17% jenis burung. Hanya beberapa Negara, seperti Brazil yang mampu menandingi persentase jumlah itu. Bahkan, menurut WWF/IUCN untuk pusat keanekaragamandan endemisitas tumbuhan, Indonesia masuk urutan keempat bersama China, Papua Nuginie, dan Amerika Serikat. Meskipun termasuk Negara megadiversitas, saat ini di Indonesia terdapat dua kawasan penting (hotspots) keanekaragaman hayati yang sedang terancam,yakni Sunda Barat dan Wallace, juga kawasan hutan tropis utama, yakni Melanesia termasuk Papua. Menurut BirdLife, dari 24 kawasan penting untuk burung itu (dengan jumlah tertinggi di dunia), 16 di antaranya menjadi prioritas. Semua pulau-pulau di Barat Indonesia, yang mewarisi kekayaan biologi dan budaya dari semenanjung Malaysia, sebagian Kalimantan, Kepulauan Palawan di Filipina, Selatan Thailand, terletakdi kawasan yang disebut Sundaland. Kawasan ini terletak di atas lempeng sunda yang dangkal, dengan kedalaman kurang dari 40 m, dan merupakan bagian dari benua Asia. Pada masa lalu, ketika lempeng Sunda belum tergenang air dan masih berupa air, telah terjadi migrasi fauna antarpulau yang berada di Indonesia bagian Barat dan benua Asia. Tidak seperti di Barat, pulau-pulau di Timur Indonesia tidak bersatu dengan benua manapun, kecuali Papua yang merupakan bagian dari lempeng Sahul, yang merupakan kepanjangan dari benua Australia dan pernah menghubungkan Papua dengan Australia di masa lampau. Setidaknya tercatat 47 jenis ekosistem Indonesia. Dan, jumlah itu menempati Indonesia menjadi Negara dengan ekosistem terlengkap, jauh menandingi Negara-Negara yang terkenal dengan keanekaragaman biogeografinya, seperti Peru, Kolombia, Mexico, Cina, India dan Amerika Serikat.

Dalam tingkatan keragaman budaya, Indonesia pun memimpin, dengan setidaknya paling sedikit 336 suku budaya, yang sekitar 250 suku di antaranya berada di Papua. Dengan ini, Indonesia berada dalam posisi tiga besar untuk kategori keragaman budaya. Memang, Papua Nugini dan India juga memiliki tingkat keragaman budaya yang tinggi tetapi tidak dalam hal perbedaan tingkat budaya yang ada. Namun, ironisnya, di satu sisi Indonesia menempati posisi tinggi dalam hal konservasi keanekaragaman hayati dunia, tapi di sisi lain Indonesia belum mampu menjadikan potensi itu untuk menjadikannya sebagai Negara yang kuat di bidang ekonomi. Maka, Indonesia perlu mempertimbangkan konservasi dan merumuskan strategi pemanfaatan keanekaragaman hayati yang signifikan di masa depan dalam kebijakan umum pembangunan Negara.

Habitat Alami
Daratan Indonesia pada umumnya berupa pergunungan dan perbukitan, yang lerengnya tertutup rapat oleh berbagai vegetasi yang bervariasi pada setiap level ketinggian. Bahkan di Papua, Sulawesi dan Sumatera, terdapat ekosistem pergunungan (alpine) yang sangat spesifik.

Hutan Dataran Rendah
Di Indonesia, vegetasi penyusun hutan hujan dataran rendah ini sangat bervariasi. Jenis-jenis dari family Dipterocarpaceae, berupa hutan berukuran besar, mendominasi tipe hutan itu di kawasan Barat. Dipterocarpaceae sendiri merupakan salah satu family flora terbesar dunia. Sebagian besar jenisnya hanya ditemukan di Asia Tenggara, kemudian hanya satu jenis Amerika Selatan, sekitar 40 jenis di Afrika Barat, dan 470 jenis lainnya tersebar di kawasan mulai dari Seychelles hingga Papua, sedangkan di Kalimantan, setidaknya terdapat 267 jenis (155 endemik) dan 100 jenis di Sumatera (11 endemik).

Hutan Batu Kapur
Perbedaan utama antara hutan kapur dan hutan hujan dataran rendah yang selalu hijau adalah letaknya yang menutupi lereng pergunungan, dengan lapisan tanah subuh yang sangat tipis.

Kerangas
Kerangas, sebuah formasi hutan dataran rendah yang menarik. Menurut Suku Iban di Kalimantan, kerangas berarti hutan yang tanahnya tidak dapat ditumbuhi padi. Tipe hitan ini didominasi oleh jenis pohon berukuran pendek dengan kanopi yang hanya memiliki satu lapisan saja. Kerangas dapat ditemukan dalam kawasan yang sangat luas di Kalimantan (bahkan disebut-sebut terluas di Asia Tenggara) dan sedikit di Sumatera. Tipe tanah Kerangas mengandung silica, batu pasir, miskin unsure hara, mudah erosi, dan tertutup oleh lapisan tipis serasah. Pada kedalaman satu meter dapat ditemukan lapisan podzol berwarna putih, yang kaya zat besi, dan berfungsi sebagai penangkap air tanah. Ciri lainnya, tingkat keanekaragamannya rendah, dan hanya didominasi oleh tumbuhan karnivora seperti kantong semar dan tanaman karnivora “sundew”. Bila vegetasi kerangas dibersihkan, akan digantikan oleh vegetasi sekunder (padang) yang waktu tumbuhnya sangat lama. Hal ini membuktikan bahwa kerangas dibersihkan, maka lapisan humus yang sedikit akan segera teroksidasi dan hilang karena erosi. 

Rawa Daratan 
Ada dua tipr rawa daratan, yaitu rawa air tawar dan gambut, dengan luas total 150.000 km2. Rawa daratan banyak dijumpai di pesisir Timur Sumatera, Barat Kalimantan dan Selatan Kalimantan, serta Barat Daya Papua. Berbeda dengan rawa air tawar, lapisan dasar rawa gambut mengandung banyak organik hasil pembusukan pohon. Vegetasi dominasinya berupa palem dengan beberapa semak-semak dan pohon-pohon kecil. Ekosistem gambut seperti yang ada di Sumatera dan Kalimantan memiliki system yang tertutup karena permukaan gambut lebih tinggi daripada permukaan tanah di sekitarnya. Oleh karena sumber unsure haranya hanya bersumber dari air hujan maka tanah gambut menjadi miskin hara dan memiliki tingkat keasaman yang sangat tinggi. Vegetasi yang tumbuh di dalamnya membentuk formasi lingkaran-lingkaran dalam jumlah banyak. Vegetasi di lingkaran terdalam berukuran lebih kecil karena permukaan rawa di Tengah lebih dalam dan unsure haranya lebih sedikit. 

Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan salah satu habitat khas pesisir dan juga estuari, yang di Indonesia luasnya saat ini mencapai 24.000 km2 atau sekitar 1,3 % dari luas Indonesia. Vegetasi yang tumbuh di mangrove harus mampu beradaptasi dengan salinitas yang tinggi dan oksigen yang rendah (anoxix). Vegetasi mangrove didominasi oleh family Rhizophoraceae dengan ciri utama menghasilkan buah berbentuk kapal selam agar dapat mengapung di laut dan menancap di pesisir. Setiap jenis beradaptasi dengan cara yang unik terhadap keadaan anoxix. Contohnya, akar napas dengan lentisel berukuran besar dan lobang pernapasan pada batang Rhizophora; akar yang tumbuh melengkung pada Bruguiera; dan akar yang tumbuh menjulang ke atas seperti pensil pada Sonnetaria dan Avicennia.

Hutan Musim
Beragam tipe hutan yang berbeda dapat ditemui di daerah kering di Indonesia seperti Jawa Timur, Nusa Tenggara, beberapa wilayah di Sulawesi, dan Papua bagian Selatan sebagai akibat dari pengaruh angin musim tenggara yang kering. Wilayah-wilayah yang di lalui angin itu secara teoritis akan mengalami empat bulan musim kering. Pada musim kering, akibat jarang turun hujan, tanah pun mongering, dan retak- retak. Alhasil, pohon-pohon yang tumbuh di wilayah itu beradaptasi dengan cara memiliki akar yang panjang untuk mencari air.

Padang Savana
Di kawasan kering tersebut, khususnya untuk hutan musim yang dipengaruhi oleh apo (kebakaran hutan) dan herbivore, arsitektur hutannya berupa padang rumput (savana), dengan rumput sebagai tanaman dominan, pohon besar jarang dijumpai, dan dengan tingkat keanekaragaman rendah. Dalam konteks ini, fungsi ekologi dari api adalah sebagai pendukung germinasi, dalam hal ini dengan cara memecahkan kulit biji yang keras.

Hutan Gugur Daun
Ada dua jenis palem besar yang merupakan indicator iklim dari hutan gugur daun. Pertama, palem jenis Borassus Flabellifer, yang memiliki daun abu-abu dan tangkai berduri, Kedua, palem jenis Corypha utan, yang memiliki ciri-ciri ukuran lebih besar. Perubahan musim sangat jelas terlihat pada vegetasi gugur daun, terutama di akhir musim kering. Setelah masa dorman pohon jenis Acaccia akan menghasilkan daun sebagai akibat dari peningkatan kandungan air tanah di daerah perbukitan. Setelah itu, kumbang pun akan aktif mencari madu di tangkai bunga. Kemudian, setelah hujan turun, daun pun segera tumbuh diikuti dengan tumbuhnya bunga yang beraneka warna. Sementara di lantai hutan, tumbuhan lili menyimpan air pada akar di dalam tanah.

Hutan Pegunungan : Bawah, Atas, SubAlpin, dan Alpin
Menurut catatan, luas hutan pegunungan di Indonesia sekitar 190.000 km2 atau 9.9% dari total luas wilayah Indonesia. Sayangnya, sebagai habitat alami yang cukup luas, kawasan ini juga tergolong habitat yang sedikit terancam karena daerah tersebut memiliki iklim yang tidak mendukung kehidupan manusia, dan hanya sedikit tanaman saja yang tumbuh di sana.

Spesies Khas (Flagship)
Hidupan liar di Indonesia telah banyak berkurang sejak aktivitas dan peradapan manusia mulai eksis di gugusan kepulauan ini (Indonesia). Salah satu ‘karya’ negatif peradapan di antaranya adalah punahnya jenis hewan seperti Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica), Harimau Bali (Panthera balica), dan Trulek Jawa (Hoplopterus macropterus) yang tidak terlihat lagi sejak Perang Dunia ke-II. Selain itu, burung sikatan biru (Eutrichomyias rowleyi), yang mungkin sudah punah specimen terakhirnya diperoleh dari pulau Sangihe (Sulawesi) pada tahun 1873. Memang, burung itu pernah terlihat, tetapi melihat habitatnya yang sudah relatif hampir tidak ada lagi, bisa dipastikan bahwa jenis itu secara fungsional akan punah-jika memang belum punah.  

Kepulauan Sunda besar di lempeng Sunda yang terletak di bagian Barat pulau-pulau Indonesia, meliputi Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi, memiliki keterkaitan erat dalam kekayaan biologinya, yang ditunjukkan dari sejarah geologinya. Keanekaragaman flora Sumatera, yang memiliki 12% dari total jenis dan 17 marga di antaranya adalah endemik, memang masih lebih rendah jika dibandingkan dengan keanekaragaman flora Kalimantan, tapi masih lebih tinggi jika di bandingkan dengan Jawa dan Bali, yang bahkan tidak memiliki jenis endemik. Bunga Rafflesia (Rafflesia Arnoldi), misalnya, jenis bunga terbesar dunia dengan lebar 1 meter dan berat 9 kg, merupakan satu-satunya jenis flora flagship yang distribusinya hanya terbatas di bagian selatan Sumatera dan Kalimantan. Di Asia Tenggara, setidaknya terdapat sekitar 10-15 jenis bunga yang menyerupai rafflesia. Keberadaan jenis primate flagship di kepulauan Mentawai patut mendapat catatan tersendiri. Sebagai pulau yang terisolasi dari lempeng Sunda selama jutaan tahun, kepulauan Mentawai di bagian Sumatera bagian Barat bisa jadi merupakan pusat primate flagship terlengkap. Jenis meliputi siamang kerdil (Hylobates klossi) yang bersuara indah. Lutung mentawai (Presbytis potenziani), dan Simakobu (Simias concolor) yang perilaku hidup keduannya lebih menyerupai owa dengan pola hidup monogaminya. Selain itu masih ada monyet mentawai (Macaca pagensis) yang kepalanya menyerupai anjing, yang selain hidup bersarang di pohon juga hidup di tanah. Mamalia kepulauan Sunda besar lainnnya yang masuk dalam kategori paling terancam adalah Harimau. Karnivora yang dinobatkan sebagai jenis flagship utama karena ukuran dan pesonanya itu kini diyakini telah punah di Jawa, dan Bali, kecuali di Sumatera, dan tidak pernah dijumpai di Kalimantan. Satu ekor Harimau idealnya memerlukan habitat hutam primer seluas 50 km2 dengan mangsa Babi dan Kijang dalam jumlah yang memadai. Kini, populasi Harimau Sumatera yang menempati hutan pegunungan dan rawa-rawa di Taman Nasional Gunung Leuser, semakin terancam perburuan untuk memenuhi pasokan bahan baku pengobatan ala China. Kisah Badak Jawa agak membingungkan, fauna berbobot 2 ton (fauna terbesar setelah Gajah di Indonesia) itu pernah di temukan di Utara Sungai Brahmaputra, Bangladesh, dan merupakan specimen pertama yang dideskripsikan berdasarkan tangkapan dari  Sumatera. Kemudian, 12 ekor Badak Jawa terakhir yang ada di Sumatera dibunuh antara tahun 1925 dan 1930, namun beberapa ekor di antaranya masih dapat bertahan di Selatan Vietnam. Taman Nasional Ujung Kulon di Banten merupakan habitat terakhir Badak Jawa. Lokasi taman nasional itu sangat unik mengingat lokasinya yang sangat dekat dengan gunung Krakatau. Pada tahun 1883, letusan gunung itu membunuh begitu banyak manusia dan juga fauna, termasuk Badak. Lumba-lumba air tawar sungai Mahakam di Kalimantan Timur atau yang oleh penduduk lokal disebut juga pesut (Orcaella Bravirostris) juga merupakan spesies flagship. Dengan panjang 2 meter dan berat 100 kg, pesut merupakan mamalia terbesar dan paling unik dari Kalimantan. Pesut lebih menyukai hidup di estuaria dan perairan yang dekat dengan pantai di India dan Australia.  

Beralih ke Sulawesi, ada fakta yang menarik tentang pulau yang tidak tersebut oleh aktivitas vulkanik seperti halnya Jawa dan Bali, melainkan karena lipatan daratan sebagai aktivitas pergerakan dan lipatan tektonik. Hasilnya, seperlima dari Pulau Sulawesi yang terbentuk aneh terletak pada ketinggian 1.000 m. oleh karena itu, menjadikan sebagian pulau pegunungan. Kota besar dan kecil pun terisolasi di beberapa daratan pesisir di empat semenanjung yang membentuk pulau. Penduduknya hanya sekitar 15 juta, yang setengahnya hidup di lembah dan dataran subuh di Sulawesi Selatan. Hutan hujan dataran rendah Sulawesi merupakan habitat dari pohon-pohon bernilai tinggi. Contohnya, kayu hitam dan keras eboni, Diospyros celebica, di sebelah Utara dan Tengah.

Wilayah Timur Indonesia merupakan habitat bagi jenis Eucalyptus deglupta, yang bercirikan batang berwarna pastel. Pohon jenis itu dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 78 m, meskipun pada awalnya haya berupa biji seberat 100 gram. Habitat yang disukai adalah lahan kosong seperti lahan di tepi sungai. Fauna Sulawesi juga sangat berbeda dan unik, terutama jenis teresterial yang hamper semuanya endemic. Babirusa (Babyrousa) tidak diragukan lagi, merupakan mamalia yang paling aneh dan merupakan Babi yang luar biasa. Ada tiga sub jenis, dua di antaranya yaitu (Babyrousa babyrousa celebensis) dari daratan Sulawesi dan (B.b babyrousa) dari kepulauan Penju seperti Pulau Togian (B.b togeanensis). Juga di luar Sulawesi, yaitu di Kepulauan Sula dan Buru (B.b babyrousa). Perbedaan utama di antara subjenis tersebut meliputi ukuran, rambut, tengkorak dan gigi. Terkait dengan batas Barat Austalia di Sulawesi, hal ini ditandai dengan kehadiran tiga sub-hewan kelas berkantung endemik khas Austalia, terutama kuskus yang hidup dipohon. Masih di Sulawesi, kerbau Sulawesi berukuran lebih kecil, dengan tinggi hanya 75 cm yang disebut Anoa. Sungai-sungai di Sulawesi juga dipenuhi oleh beragam jenis ikan dan avertebrata dari spesies flagship. Di danau Lindu dan Poso (Sulawesi Tengah), misalnya, terdapat empat jenis ikan paruh bebek dari family Adrianichthyidae yang endemik. Keanekaragaman di Danau Malili (sudut Timur laut dari Sulawesi Selatan) juga luar biasa dengan 60 jenis kepiting, udang, siput, dan ikan. 

 Di sebelah Timur Sulawesi, membentang kepulauan Maluku sepanjanh 1.300 km, lengkap dengan gugusan 1.00 pulaunya, yang bahkan, pulau-pulau dengan ukuran sangat kecil yang tidak tampak di Peta. Dua pulau terbesarnya, yaitu Seram dan Halmahera. Meskipun di Maluku tidak ada hutan yang luas, tapi kawasan itu merupakan sumber rempah-rempah. Keanekaragaman mamalia di Maluku tidak terlalu tinggi, tidak ada spesies yang bisa dijadikan flagship. Di kepulauan Kei dan Aru, hanya dua bandikor (Echymera rufescens) dan Rhynchomeles prattorum yang endemik Sera. Jenis yang dapat dikategorikan sebagai spesies flagship adalah tikus berkantung (Melomys fulgens). Binatang dengan warna punggung orange dan perut berwarna putih ini memiliki panjang 15 cm dan bila di ukur sampai ujung ekornya bisa mencapai 20 cm. Lain halnya dengan keanekaragaman mamalia yang relatif minim, keanekaragaman burung di Maluku cukup tinggi. Ada sekitar 350 jenis penetap (89 endemik), yang beberapa diantaranya tergolong sebagai spesies flagship, terutama kelompok kakatua dan burung paruh bengkok. Ketidakhadiran mamalia, berdampak pada banyaknya jenis reptile predator besar, seperti Buaya, ular sanca raksasa, dan biawak. Salah satu spesies flagship reptile di Maluku, yaitu soa-soa (Hydrosaurus amboinensis). Salah satu jenis kadal raksasa ini dijuluki sebagai kadal sirip-layar karena keberadaan sirip besar di sepanjang hamper dua per-tiga ekornya. 

Di sebelah timur Jawa dan Selatan Sulawesi membentang kelompok pulau-pulau sepanjang 900 km, yang disebut Nusa Tenggara (Sunda Kecil). Batasnya adalah Bali dan Lombok di bagian Barat dan pulau Timor di sebelah Timur, yang di antaranya terdapat Sumbawa, Flores, Sumba, Komodo dan Alor. Vegetasi alaminya berupa hutan gugur dan savanna, juga hutan lembab yang selalu hijau dikawasan pergunungannya. Namun, kini hanya sedikit dari sisa hutan kering yang ada. Di Sunda kecil, hutan yang masih cukup luas tersisa di Sumba. Karakteristik pohon-pohon pada kebanyakan kantong-kantong hutan gugur di wilayah ini adalah jenis Acacia, Cassia, dan Pteracarpus. Sunda kecil hanya memiliki 8 jenis mamalia endemik, termasuk kelelawar (4 pemakan buah dan 2 pemakan serangga), tupai, dan tikus pohon raksasa Flores (Papagomys armandvillei), yang berukuran 40 cm. Sisanya adalah mamalia yang relatif besar yang di datangi oleh manusia ke wilayan itu seperti monyet ekor panjang, musang dan babi. Jenis spesies flagship yang paling menarik dan mengagumkan dari Sunda kecil adalah Komodo (Vanarus komodoensis). Kadal terbesar di dunia ini berasal dari pulau kecil bernama komodo dan pulau-pulau lainnya yang berdekatan dengannya seperti pulau Rinca, Padar, dan Flores Barat. Sebagai karnivora pemakan bangkai, komodo juga kanibal yang menyerang individu lainnya. Jenis ini tidak berbisa tapi air liurnya mengandung bakteri pembusuk yang dapat menginfeksi dan membunuh mangsanya.  

Akhirnya, sampailah kita ke Papua, bagian paling Timur Indonesia, yang menempati paling Barat pulau Papua. Daratan Papua terdiri dari daratan hutan rawa tropis yang luas, hutan hujan yang lebat, dataran tinggi yang terpencil, dan sejumlah pegunungan. Vegetasi Papua adalah perpaduan vegetasi Asia dan Australia. Keanekaragaman tumbuhannya mencapai dari 16.000 jenis, dengan paling sedikitnya 24 marga endemik, dan sepertiga dari jumlah tumbuhannya dari jenis anggrek. Yang paling menarik untuk diperhatikan dari Papua adalah wilayah pegunungan tingginya, yang mencapai tinggi lebih dari 3.000 meter dan merupakan tempat bagu beragam jenis anggrek Rhododendron yang bernilai tinggi, yang beberapa di antaranya merupakan jenis favorit untuk dibudidayakan. Papua kaya akan burung paruh bengkok, Papua juga kaya akan burung berbulu indah atau yang sering disebut sebagai burung surge (cendrawasih). Nama apoda diberikan kepada burung ini karena specimen pertama yang diterima di Eropa tidak berkaki. Jenis-jenis burung surga lainnya adalah cendrawasih 12 kawat (Seleucides melanoleuca) dan cendrawasih raja (Pteridophora alberti). Keanekaragaman reptile dan amfibi Papua juga sama tingginya seperti halnya keanekaragaman fauna lainnya. Ada sekitar100 jenis ular dan 200 jenis kadal, yang sebagian besar merupakan endemik. Di Utara Papua, tepatnya di Sungai Mamberamo, hidup buaya muara dan buaya irian. Papua memiliki enam jenis kura-kura, enam jenis penyu dan sekitar 200 jenis kodok dan katak. Berbicara tentang kodok terbesar di Papua, yang panjangnya mencapai 16 cm, kodok itu bernama kodok Arfak (Rana arfaki).

Sumber: Supriatna, J. 1999. Review on Indonesia Biodiversity Conservation: Problems, Strategy and it`s Future Outlook. Paper presented at the Seminar on Biodiversity Conservation in the Asia Pacific Region. East West Center, Honolulu, Hawai, 15-17 September.

Komentar

Postingan Populer