Melestarikan Alam Indonesia Bagian I


KEANEKARAGAMAN HAYATI INDONESIA : SEJARAH, POLA DISTRIBUSI, DAN SISTEM PENGELOLAAN

Aprizon Putra, S.Pd, M.Si
Pendahuluan
Definisi keanekaragaman hayati cukup banyak, tetapi salah satu definisi yang lebih mudah dicerna yaitu “Kekayaan hidup di bumi, jutaan tumbuhan, hewan dan mikro organism, genetika yang dikandungnya, dan ekosistem yang dibangunnya menjadi lingkungan hidup.” Definisi ini perlu dipertimbangan dari tiga tingkatan. Pada tingkatan spesies, definisi itu mencakup seluruh organism di bumi, mulai dari bakteri dan protista, hingga dunia tumbuhan, hewan dan jamur. Kemudian, pada skala yang lebih kecil: mencakup variasi genetik di dalam spesies, di antara populasi yang terpisah secara geografis dan di antara individu di dalam suatu populasi. Keanekaragaman hayati juga meliputi variasi di dalam komunitas biologi, di mana spesial hidup, dan ekosistem di mana komunikasi berada, serta interaksi pada antar tingkatan tersebut.

Sejarah dan biogeografi
Dalam kurun waktu jutaan tahun, sebaran maupun letak daratan dan lautan selalu mengalami pergeseran dan pergerakan. Dengan ukuran kerak bumi setebal 36 km membungkus mantel bumi setebal 3.000 km. Sementara mantel bumi itu sendiri berupa cairan pekat serta panas yang terus bergejolak, yang mengelilingi inti bumi (setebal 3.300 km). Pada masa Pleistosen beberapa para ahli memperkirakan bahwa pernah terjadi hubungan “land bridge” antara beberapa pulau di Indonesia yang memungkinkan berlangsungnya percampuran antara fauna khas Asia dan fauna khas Australia di Pulau-pulau tersebut. Sebagai contoh. Dipostulasikan bahwa pada masa ini, suatu jenis babi yang khas telah mencapai Sulawesi melalui Kalimantan dan akhirnya berevolusi sebagai apa yang kita kenal sebagai Babirusa, yang merupakan hewan endemik Sulawesi. Geologi Kepulauan Indonesia serta Filipina pada umumnya, dan Indonesia Timur pada khususnya, termasuk yang paling rumit di dunia. Sejarah pembentukan Kepulauan Indonesia telah bermula semenjak 200 juta tahun silam. Ketika itu, di dunia ini hanya terdapat dua benua berukuran raksasa, yaitu Laurasia (yang terdiri atas Amerika Utara, Eropa, dan sebagian besar benua Asia) di belahan bumi Utara, dan Gondwana (terdiri atas Antartik, Australia, India, Amerika Selatan, Selandia Baru, dan Kaledonia Baru serta sebagian Asia Timur dan Tenggara) dibelahan bumi Selatan. Sekitar 160 juta tahun yang lalu, pada akhir masa Jura, terjadi fenomena pelebaran dasar lautan sehingga fragmen Asia Tenggara (termasuk Sumatera, Semenanjung Malaysia, Birma/Myanmar, Kalimantan, dan Sulawesi Barat) terdorong ke Utara, terpecah dari Australia dan Irian/Nugini di ujung Timur laut Gondwana. Semenjak masih bergabung dengan Gondwana sampai sekarang, fragmen Asia Tenggara tersebut selalu berada di permukaan laut, sehingga berfungsi sebagai Kapal Nabi Nuh AS yang membawa flora dan fauna khas Gondwana. Di antara 160 juta sampai 100 juta tahun yang lampau, fragmen Asia Tenggara ini “mengapung” dan terisolasi di Samudera Tethys, lautan kuno yang luas, yang terletak di antara Laurasia dan Gondwana (Audley-Charles, 1987).

Bagaimana Hubungan Geologi dan Ekologi dengan keanekaragaman Hayati?
Daratan dan laut-laut di Indonesia membentuk kekayaan tumbuhan dan hewan yang paling beragam di dunia. Iklim Tropis, posisi geografis yang melingkar di antara Asia dan Australia telah menghasilkan area fauna dan flora yang tidak dapat dibandingkan. Di Kepulauan Indonesia terdapat lebih dari 1.500 spesies burung, 500-600 jenis mamalia, 8.500 jenis ikan, 40.000 jenis pohon dan sejumlah bentuk-bentuk kehidupan lainnya dalam jumlah yang sangat banyak.
1.      Pengaruh ukuran pulau dengan kekayaan jenis
Menurut teori biogeografi pulau, jumlah spesies yang tercakup pada pulau yang diberikan akan ditentukan oleh angka imbang antara rata-rata kepunahan local dan rata-rata imigrasi. Pulau yang berukuran 10 kali lebih besar akan mempunyai spesies dua kali lebih banyak. Rata-rata imigrasi berhubungan dengan tingkat isolasi pulau. Pulau-pulau yang jauh dari benua akan mempunyai spesies yang lebih sedikit. Sedangkan, pulau besar relative mempunyai keanekaragaman yang lebih tinggi disbanding pulau kecil. 
2.      Ketinggian dan habitat
Faktor ketinggian dan habitat memiliki hubungan korelasi. Bertambahnya ketinggian akan berakibat pada berkurangnya kelimpahan spesies. Perubahan utama komposisi komunitas secara vertikal tampak nyata. Pada dataran rendah, komposisi komunitasnya lebih kompleks dan keanekaragaman hayatinya lebih tinggi jika dibandingkan dengan datara tinggi. Alhasil, faktor ketinggian, bersama faktor lainnya seperti iklim dan kesuburan tanah, sangat menentukan kekayaan spesies pada tingkat habitat. 
3.      Lokasi Geografi
Indonesia mempunyai dua biogeografi utama: Oriental dan Australia, yang diperkenalkan oleh A.R. Wallace, tokoh yang membuat garis pemisahan fauna. Garis Wallace yang kemudian dimodifikasi oleh Huxley secara akurat itu, membagi Indonesia menjadi dua paparan: Sunda dan Sahul. Pulau-pulau pada Sunda besar seperti Jawa, Boneo, dan Sumatera merupakan bagian dari Oriental. Selama periode pleistosen, semua pulau-pulau dihubungkan oleh daratan sampai Asia. Sedangkan, New Guinea dan Aru berhubungan dengan Australia. Hal ini terlihat dari hewan liar di pulau-pulau Sunda yang berbeda dengan yang ada di Aru dan New Guinea. Apalagi dengan yang ada di Australia, karena di samping Australia merupakan dataran baru, iklimnya juga cukup berbeda dengan kebanyakan spesies di daerah tropis. Pulau-pulau di antara paparan Sunda dan Sahul, yakni Maluku, Sulawesi, dan Pulau-pulau lesser Sunda, tidak mempunyai hubungan daratan yang dengan benua lainnya. Fauna dan flora mereka pun miskin spesies. Area ini merupakan perpaduan antara family Asia dan Australia, meskipun tidak ada garis lain yang mengikuti sisi dua benua.

Bagaimana Keanekaragaman Hayati Terbentuk di Pulau-pulau di Indonesia
Meletusnya Krakatau yang begitu hebat pada tahun 1883 membuat pulau tersebut menjadi sangat terkenal dan sangat penting secara ekologis. Letusannya yang maha dahsyat itu, tidak hanya menyebabkan seluruh vegetasi dan hewan pada permukaan terbakar, tetapi juga hamper dapat dipastikan bahwa seluruh permukaan tanah menjadi stelir. Kondisi yang semacam ini merupakan kondisi yang ideal untuk melakukan pengamatan tentang bagaimana cara tumbuhan dan hewan berkolonisasi di atas lahan perawan. Telah di hitung bahwa dalam kurun waktu 50 tahun belakangan ini telah muncul jenis-jenis baru di pulau tersebut dengan rata-rata sebanyak 2.28 sampai 2.60 per-tahun. Hal tersebut menunjukan suatu laju pertumbuhan jenis sebesar 1.14-1.30 % per- tahun. Bersamaan dengan itu, juga kepunahan jenis kira-kira 1% per-tahun. Jadi, pertambahan bersih dari tumbuhan-tumbuhan yang ada di pulau ini antara 0.14 % dan 0.3 %. Secara kasar, hal ini berarti suatu jenis baru akan masuk pada setiap dua tahun. Nampaknya, suatu keseimbangan dinamik telah dicapai dengan kisaran 200 jenis tersebut.
 
Bagaimana Sejarah Keanekaragaman Hayati pada Pulau-pulau kecil di Indonesia
Migrasi berarti perpindahan dari suatu areal tertentu ke areal yang lainnya, baik satu arah (one way) atau pulang pergi. Akan tetapi. Istilah ini biasanya dimengerti sebagai suatu perpindahan kembali suatu hewan ketempat asalnya lagi. Perpindahan yang terjadi secara teratur dan bermusim diantara daerah yang bergantian disebut migrasi kembali tahunan. Fenomena hewan migrasi merupakan fenomena umum. Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali (ketiga merupakan kawasan Sunda) setidaknya memiliki kurang lebih 150 jenis burung yang bermigrasi, termasuk sekitar 50 jenis burung trinil, gagajahan dan kedidi, yang mendiami pantai pesisir. Belum banyak yang diketahui tentang cara migrasi burung-burung tersebut. Akan tetapi, dari penelitian yang telah dilakukan di Semenanjung Malaya selama beberapa dasawarsa diyakini bahwa prinsip umum tentang migrasi burung tersebut juga berlaku untuk burung-burung yang hidup di sebelah Barat wilayah Indonesia. Daerah yang menjadi lokasi berkembang biak bagi hamper semua jenis burung yang melakukan migrasi secara teratur ke Indonesia bagian Barat, terletak di daerah dengan posisi lintang lebih Utara. Meski hanya beberapa jenis di antaranya saja, tidak seluruh dari populasinya melakukan migrasi. Artinya, ada yang bermigrasi dan ada yang tidak. Secara umum, daerah perkembangbiakan burung terletak di kawasan Paleartik timur (Rusia Timur, Mongolia, dan Cina), Asia dan 15 % lagi berkembang biak di tempat lain di kawasan Oriental, seperti India, Birma, Malaysia, dan Indonesia bagian Barat).
Pada beberapa jenis burung yang telah diselidiki di Semenanjung Malaya, ternyata tanggal keberangkatan dari suatu jenis burung yang berbeda tiga atau empat hari dari tahun ke tahun. Rupanya, keadaan lingkungan, seperti jumlah serangga yang banyak atau sedikit, gugurnya daun pohon tertentu, dan keadaan iklim merupakan faktor-faktor yang ikut mempengaruhi tingkat rangsangan untuk bermigrasi. Saat ini belum diketahui petunjuk lingkungan yang jelas tentang penyebab migrasi di daerah tropik. Sedangkan di daerah beriklim sedang, rangsangan utamanya adalah panjangnya waktu siang hari. Namun, hal tersebut tidak banyak bervariasi, khususnya di daerah tropik. Di Indonesia, babi hutan putih dikenal sebagai salah satu hewan mamalia daratan yang melakukan “Migrasi kembali”. Jenis babi ini bias di jumpai di Kalimantan dan Sumatera. Di Kalimantan (dan mungkin di Sumatera juga) babi ini membentuk kawasan besar dengan jumlah bias mencapai 300 ekor. Mereka berpindah-pindah secara teratur mengikuti pola pembuahan pohon meranti. Hewan mamalia lain yang melakukan “migrasi kembali” lainnya adalah “ikan paus”. Di perairan antara pulau Flores dan Lombok (Solor dan Lembata) terdapat sebuah jalur khusus yang menjadi lintasan migrasi paus. Khususnya paus raksasa dan sedang. Ikan-ikan perairan Indonesia juga melakukan migrasi. Ikan lindung (sejenis belut) berkembang biak di laut yang kedalaman mencapai ribuan meter. Anak-anaknya (yang badannya belum menyerupai bentuk ikan lindung dewasa) sudah harus berenang menuju daratan. Ketika mereka telah mencapai perairan yang kira-kira dalamnya 200 m, ikan-ikan kecil itu pun berubah bentuk menjadi seperti lindung kecil. Kemudian, ketika ikan-ikan ini mulai memasuki sungai, mereka mulai tumbuh menjadi ikan dewasa, sebelum akhirnya berenang kembali ke laut untuk melakukan prosesi kembang biak.

Penutup
Indonesia terletak di tiga kawasan biogeografi yaitu Sundaland, Wallace dan Papua. Sundaland adalah bagian pecahan dari benua Asia, sedangkan Papua adalah bagian dari benua Australia, sementara Wallace adalah merupakan kawasan perantara. Oleh karena letak geografis Indonesia yang terletak di antara 2 benua itu keadaan flora dan faunanya pun merupakan bagian dari benua dan juga peralihan dari ke dua benua tersebut. Selain terletak di kawasan peralihan dan meliputi ribuan pulau, Indonesia terletak di khatulistiwa atau kawasan tropika. Artinya, tingginya keanekaragaman hayati Indonesia disebabkan oleh lokasi, iklim dan keadaan ekosistemnya yang bervariasi terbentang di iklim tropika.

Sumber: Supriatna, J. 1999. Review on Indonesia Biodiversity Conservation: Problems, Strategy and it`s Future Outlook. Paper presented at the Seminar on Biodiversity Conservation in the Asia Pacific Region. East West Center, Honolulu, Hawai, 15-17 September.

Komentar

Postingan Populer